Resensi Novel Bukan Pasarmalam Pramoedya Ananta Toer

Bukan Pasar Malam

Judul: Bukan Pasar Malam
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Tahun terbit: 2010
Halaman: 104 hal
ISBN: 979-97312-12-6
Penerbit: Lentera Dipantra

Resensi Novel Bukan Pasarmalam Pramoedya Ananta Toer


“dan didunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir didunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang, seperti dunia dalam pasar malam. Seorang-seorang mereka datang, dan pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya entah kemana” - Pramoedya Ananta Toer.

Sepenggal kalimat tersebut terdapat dalam novel ini. Novel bukan pasar malam ini, menurut saya memiliki banyak pelajaran kehidupan. Dan, seperti novel-novel lain Pram yagn didalamnya terdapat unsur kritik terhadap suatu pemerintah atapun kemasyarakatan, novel ini juga mengandung hal-hal tersebut.

Berkisah tetnang tokoh Aku dan keluarganya dalam zaman-zaman era Revolusi Indonesia. Ada awal cerita dimulai dengan tokoh Aku yang menyesal mengirim sebuah surat yang agak keras kepada keluarganya di Blora tempat tinggal aslinya. Si tokoh Aku merupakan anak tertua dari 5 bersaudara. Kini ia tinggal di Jakarta bersama istrinya. Tokoh Aku ini semakin menyesal ketika mendapati kabar bahwa ayahnya jatuh sakit. Sang tokoh Aku lantas mencari uang hutangan mengitari kota Jakarta buat ongkkos pulang menemui ayahnya serta keluarganya. Ada beberapa statment yang saya suka dalam bab awal ini seperti “ demokrasi sungguh suatu sistem yang indah. Engkau boleh jadi presiden. Engkau boleh memilih pekerjaan yang engkau sukai. Engkau mempunyai hak sama dengan orang-orang lainnya. Dan demokrasi itu membuat aku tak perlu menyembah dan menundukkan kepala pada presiden atau menteri atau paduka-paduka lainya. Dan engkau boleh berbuat sekehendak hati bilas aja masih berada dalam lingkungan batas hukum. Tapi kalau engkoau tak punya uang, engkau akan lumpuh tidak akan bergerak.” begitu tulis gambaran hati seorang tokoh Aku pada akhir bab 1. lantas sang tokoh Aku mengumpat pada awalnya.
Singkat cerita sang tokoh Aku akhirnya pulang bersma istrinya menaiki kereta. Dalam erjalanan pulang sekilas sang tokoh Aku bernostalgia akan tempat-tempat dulu yang pernah dikunjunginya serta pengalamannnya era Revolusi Fisik lalu. Seperti ketika ditanah abang ketika tentara-tentara belanda membrondong para rakyat disawah. Tokoh Aku, juga dibayangi kesalahanya kepada keluarga serta membanyangkan sang ayah yang jatuh sakit, bahkan lebih jauh ia membayangkan sang ayah mati. Sampai di Blora, sang tokoh Aku disambut dengan semua adiknya.tentu saja pertama kali yang ditnyakan tokoh Aku ialah kondisi ayahnya tapi mereka malah berwajah sendu dan diam saja. Sampai dirumah, malahn tokoh aku juga mendapati adiknya yang juga sakit, malaria. Adiknya yang dulnya pernah dipenjara pasukan merah di sekitar rawa membuatnya terkena malaria. Tangis tentu saja keluar ketiak menemui adikny apalagi nanti ayahnya. Sepanjang novel berjalan sang tokoh Aku menyadari bahwa dunia itu berat. Ia bertemu dengan dunia yang sebenarny mulai masalah uang, ayahnya, hingga rumah, yang tetangganya bilang rumah tokoh Aku sudah rusak dan harus diperbaiki karena menurut pepeatah setempat jika rumah rusak, rusak pula penghuninya. Sepnajang cerita juga dipenuhi tangis oleh tokoh Aku karena kebenaran hidupnya. Dalam cerita juga diceritakan bagaimana ayahnya yang pernah berjuang kepada kemerdekaan tidak mendapatkan hal-hal setimpal. Sama seperti buku-buku Mas Pram lainya, sellau saja ada kritik-kritik tersirat dari karyanya. Karena itulah waktu dulu banyak bukunya yang dilarang. Pada bab terakhir tampaknya kritik tersebut dijabarkan kepada pemerintahan Indonesia kala itu, ini menurut pengamatan saya setelah membaca.

Kebahasaan dari buku mudah dimengerti tapi ada beberapa kata yang mugkin tidak diektahui artinya. Kata-kata tersebut seperti sebutan sesuatu mungkin untuk orang daerah sana. Tapi secara keseluruhan cerita mudah dipahami. Bukan Pasarmalam ini salahs atu buku favorit saya, dimana dalam pandangan saya buku ini lebih emngambarkan tentang kehidupan yagn sebenarnya. Buku ini juga merupakan bacaan favorit dari Romo Mangunwijaya.

Untuk rating dari saya 8,2/10


Belum ada Komentar untuk "Resensi Novel Bukan Pasarmalam Pramoedya Ananta Toer"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel